Sabtu, 29 September 2018

STOP IMPOR BERAS

Beras mungkin adalah salah satu komoditas utama, dan favorit dari seluruh penduduk yang ada di muka Bumi ini terutama di Indonesia.  Beras sendiri boleh kita nobatkan sebagai ‘Makanan Pokok, dan Paling Utama di setiap Menu Makanan’. Penobatan, dan gelar itu tidak semata – mata tanpa alasan, karena telah tercipta sebuah mindset, dan opini di benak bahkan ‘perut’ kita yang meyakini bahwa ‘makan belum lah kenyang tanpa nasi’ atau mungkin ‘tidak mantap rasanya makan tanpa nasi’. Dari sugesti - sugesti tersebut, semakin jelas bahwa kehadiran nasi merupakan sesuatu yang sangat krusial di dalam manusia khususnya masyarakat Indonesia.


Demi memenuhi kebutuhan pokok tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan impor beras yang dilakukan untuk menambah stok beras yang akhir-akhir ini mengalami penurunan.

Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia selalu mengimpor beras mulai dari tahun 2000 hingga 2015 atau selama 15 tahun. Sementara, pada tahun 2016 sampai 2017 pemerintah berhenti sementara untuk mengimpor beras dan pada 2018 Indonesia kembali mengimpor beras.
Selama 15 tahun tersebut, Indonesia telah mengimpor beras sebanyak 15,39 juta ton beras dengan volume impor beras terbanyak pada tahun 2011 dengan volume sebesar 2,75 ton, sedangkan volume terkecil pada tahun 2005 sebesar 189.616 ton.

Dana yang paling banyak dikeluarkan pada impor tahun 2011 dengan 1,51 milar dollar AS atau Rp 20,38 trilun, sedangkan dana yang paling dikeluarkan paling sedikit tahun 2005 dengan nilai 51,49 juta dollar AS atau Rp 695,1 miliar. Sementara pada pekan sebelumnya, yakni pada Jumat (12/1/2017), Divisi Regional (Kadivre) Badan Urusan Logistik ( Bulog) Sulawesi Selatan (Sulsel) menolak beras impor yang akan didatangkan ke Indonesia.

Pasalnya, Bulog Sulsel menyatakan persediaan beras di gudangnya mencukupi hingga 20 bulan ke depan sehingga mereka siap menyuplai pasokan berasnya ke daerah-daerah lain yang membutuhkan.
Kepala Divre Bulog Sulsel Dindin Syamsuddin mengatakan, stok beras diisulsel mencapai 82.000 ton yang mampu memenuhi kebutuhan hingga 20 bulan ke depan. Bahkan, pihaknya pun siap menyuplai beras ke Aceh hingga Papua.

"Stok beras di Sulsel aman hingga 20 bulan ke depan. Kami sudah suplai ke provinsi lain di Indonesia. Besok kami kirimkan lagi beras ke Aceh dengan harga dibawah HET," kata Dindin saat melepas mobil truk pengangkut beras untuk operasi pasar di gudang Bulog Panaikang, Jumat (12/1/2018). Dindin mengungkapkan, HET beras saat ini sebesar Rp 9.450 per kilogram. Namun, Bulog Sulsel menjualnya dengan harga Rp 9.000 perkilogram untuk menormalkan harga beras premium di pasaran.

Hampir dua dasawarsa Indonesia selalu melakukan impor beras. Apakah dari sisi pertaniannya kurang maju atau kurang mendapatkan perhatian?

Atau memang ada "pihak yang bermain" di balik impor beras ini, atau konsumsi masyarakat yang terus meningkat seiring bertambahnya populasi? Yang pasti, seharusnya pemerintah sudah memikirkan soal ketahanan pangan ini jauh hari sebelum kemudian jadi "bom waktu" bagi masyarakat.

Berdasarkan kondisi di atas, ini menunjukkan bahwa para penguasa negeri ini tingkat kepeduliannya pada rakyatnya masih rendah bahkan bisa dibilang tidak peduli. Karena begitu banyak petani beras di Indonesia yang menghasilkan beras terbaik yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia tapi tidak mengambil hasil pertanian tersebut malah lebih memilih impor beras dari luar. Penguasa seharusnya memperhatikan kehidupan rakyatnya tidak hanya sekedar membutuhkan suara rakyat ketika pemilu tanpa memperhatikan hak-haknya sebagai warga negara. Negara seharusnya lebih mengutamakan produk yang dihasilkan rakyatnya sendiri dalam pemenuhan kebutuhan karena dengan demikian negara tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk hal yang demikian, begitu pula dengan rakyat. Rakyat juga tidak akan dirugikan karena beras yang mereka panen bermanfaat.

Namun, itu semua tidak akan terjadi tanpa adanya aturan yang mengikat kita pada satu aturan, pemikiran dan perasaan. Aturan itu adalah aturan yang mengatur seluruh lini kehidupan kita mulai dari bangun tidur hingga bangun negara, aturan itu pula yang mengikat kita ketika ada salah satu diantara kita yang menderita maka yang lainnya juga ikut menderita. Jadi, ketika kita menjadikan islam sebagai aturan sekaligus melaksanakan ketentuan Allah swt yaitu syariahnya hang faktanya Dia turunkan untuk mengatur kehidupan manusia di muka bumi ini, maka tidak akan terjadi kondisi seperti saat ini.

Wallahu'alam bisshowab....

Subscribe to this Blog via Email :

Untuk Berkomentar tanpa akun silahkan klik pada pengguna jika tak ingin menggunakan nama atau email silahkan pilih Anonymous..

Jazakumullah Khairan Katsira..